Apa yang terlintas dalam benak anda ketika mendengar kata “kritik”. Sebagian anda akan berpikir: “Kritik? Fine-fine aja kalau aku sich, sejauh tujuannya baik.” Sebagian mungkin berpikir. “Orang yang sukanya mengritik, biasanya hanya padai mengkritik, belum tentu dia bisa melakukan lebih baik daripada orang yang dikritik.” Dua skenario jawaban tersebut bisa jadi mewakili pendapat khalayak jika seandainya ditanya pendapatnya tentang manfaat sebuah kritikan.
Akan tetapi, sebelum membahas lebih jauh tentang manfaat suatu kritikan, mari kita membahas kekeliruan kebanyakan orang tentang makna kata “kritik.” Diakui atau tidak, kebanyakan orang keliru memaknai hujatan sebagai kritikan, padahal keduanya berbeda. Bila seseorang mengklaim tengah melakukan sebuah kritikan, tapi cenderung tendensius, tidak objektif, bersifat destruktif, menyinggung SARA, menyerang pribadi, maka sesungguhnya ia sedang melakukan hujatan, bukan kritikan. Sementara kritik semestinya bersifat objektif, memberikan kupasan, bersifat konstruktif, menyingkap kesalahan, mengungkapkan kekurangan dengn tujuan untuk memberikan solusi. Contoh kritik yang baik dapat kita temukan pada komentar para juri pada ajang-ajang pencarian bakat di televisi. Alih-alih mengatakan, “Suara cempreng kaya kaleng rombeng aja pengen ikutan audisi”, para juri biasanya menggunakan kalimat seperti ini: ”Kayaknya untuk kali ini, kamu belum masuk kriteria kami, vocal kamu masih belum terlatih, artikulasinya masih belum jelas, pitch control-nya juga masih kurang, belajar lagi ya… belajar lebih keras lagi…”.
Sementara itu contoh kritikan yang buruk, yang sesungguhnya lebih tepat dimaknai sebagai hujatan, itu dapat dilihat pada pernyataan-pernyataan tajam para politisi terhadap rival politik, terlebih apa yang terjadi di akar rumput. Akan Lebih kentara lagi apabila kita lihat pada komen-komen usil para haters terhadap artis-artis yang tidak disukainya. Untuk yang satu ini, nampaknya tidak perlu saya contohkan di sini. Khawatir dikira politis, atau terlalu kasar.
Penyampaian sebuah kritik, meskipun mengungkapkan kekurangan, hendaknya tetap ditujukan untuk memberikan koreksi atau perbaikan, inilah manfaatnya sebuah kritikan. Diksi atau cara penyampaian yang sopan juga hendaknya tetap menjadi pegangan. Sehingga kritikan tersebut akan terasa “renyah” sebagaimana kripik. Tujuan dari pengkritik dapat tersampakan dengan baik, dan orang yang dikritik dapat menerima dengan lapang dada. Maka tepatlah bila sebuah kritikan yang baik, yang disampaikan dengan tepat dan lugas dan tetap memperhatikan etika kesopanan, dibuatkan sebuah frase baru yakni “Kritik Singkong”.
Ibun, 27 Agustus 2020
Penulis: Mulyadi Sahaja (Penulis, Guru Mutiara Embun Pagi Islamic Elementary School)
